Rabu, 28 Maret 2012

Ranah Pengetahuan Menurut Bloom, Cangelosi, dan Marzono

I. Taksonomi Bloom

Taksonomi Bloom merujuk pada taksonomi yang dibuat untuk tujuan pendidikan. Taksonomi ini pertama kali disusun oleh Benjamin S. Bloom pada tahun 1956. Dalam hal ini, tujuan pendidikan dibagi menjadi beberapa domain (ranah, kawasan) dan setiap domain tersebut dibagi kembali ke dalam pembagian yang lebih rinci berdasarkan hirarkinya.
Tujuan pendidikan dibagi ke dalam tiga domain, yaitu:
  1. Cognitive Domain (Ranah Kognitif), yang berisi perilaku-perilaku yang menekankan aspek intelektual, seperti pengetahuan, pengertian, dan keterampilan berpikir.
  2. Affective Domain (Ranah Afektif) berisi perilaku-perilaku yang menekankan aspek perasaan dan emosi, seperti minat, sikap, apresiasi, dan cara penyesuaian diri.
  3. Psychomotor Domain (Ranah Psikomotor) berisi perilaku-perilaku yang menekankan aspek keterampilan motorik seperti tulisan tangan, mengetik, berenang, dan mengoperasikan mesin.
Beberapa istilah lain yang juga menggambarkan hal yang sama dengan ketiga domain tersebut di antaranya seperti yang diungkapkan oleh Ki Hajar Dewantoro, yaitu: cipta, rasa, dan karsa. Selain itu, juga dikenal istilah: penalaran, penghayatan, dan pengamalan.
Dari setiap ranah tersebut dibagi kembali menjadi beberapa kategori dan subkategori yang berurutan secara hirarkis (bertingkat), mulai dari tingkah laku yang sederhana sampai tingkah laku yang paling kompleks. Tingkah laku dalam setiap tingkat diasumsikan menyertakan juga tingkah laku dari tingkat yang lebih rendah, seperti misalnya dalam ranah kognitif, untuk mencapai “pemahaman” yang berada di tingkatan kedua juga diperlukan “pengetahuan” yang ada pada tingkatan pertama.

A. Domain Kognitif

Bloom membagi domain kognitif ke dalam 6 tingkatan. Domain ini terdiri dari dua bagian: Bagian pertama berupa adalah Pengetahuan (kategori 1) dan bagian kedua berupa Kemampuan dan Keterampilan Intelektual (kategori 2-6)

1. Pengetahuan (Knowledge)

Berisikan kemampuan untuk mengenali dan mengingat peristilahan, definisi, fakta-fakta, gagasan, pola, urutan, metodologi, prinsip dasar, dsb.

2. Pemahaman (Comprehension)

Dikenali dari kemampuan untuk membaca dan memahami gambaran, laporan, tabel, diagram, arahan, peraturan, dsb.

3. Aplikasi (Application)

Di tingkat ini, seseorang memiliki kemampuan untuk menerapkan gagasan, prosedur, metode, rumus, teori, dsb di dalam suatu kondisi.

4. Analisis (Analysis)

Di tingkat analisis, seseorang akan mampu menganalisa informasi yang masuk dan membagi-bagi atau menstrukturkan informasi ke dalam bagian yang lebih kecil untuk mengenali pola atau hubungannya, dan mampu mengenali serta membedakan faktor penyebab dan akibat dari sebuah skenario yg rumit.

5. Sintesis (Synthesis)

Satu tingkat di atas analisa, seseorang di tingkat sintesa akan mampu menjelaskan struktur atau pola dari sebuah skenario yang sebelumnya tidak terlihat, dan mampu mengenali data atau informasi yang harus didapat untuk menghasilkan solusi yg dibutuhkan.

6. Evaluasi (Evaluation)

Suatu kegiatan penyusunan soal yang bertujuan untuk mengetahui sejauh mana kemampuan yang telah dimiliki siswa  sertass memberikan penilaian terhadap solusi, gagasan, metodologi, dsb dengan menggunakan kriteria yang cocok atau standar yg ada untuk memastikan nilai efektivitas atau manfaatnya.

B. Domain Afektif

Pembagian domain ini disusun Bloom bersama dengan David Krathwol. Kawasan afektif yaitu kawasan yang berkaitan aspek-aspek emosional, seperti perasaan, minat, sikap, kepatuhan terhadap moral dan sebagainya, terdiri dari:

1. Penerimaan (Receiving/Attending)

Kesediaan untuk menyadari adanya suatu fenomena di lingkungannya. Dalam kegiatan pembelajaran bentuk kegiatan penerimaan ini dapat berupa perhatian, mempertahankan, dan pengarahan.
Kawasan penerimaan diperinci ke dalam tiga tahap, yaitu:
  • Kesiapan untuk menerima (awareness), yaitu adanya kesiapan untuk berinteraksi dengan stimulus  (fenomena atau objek yang akan dipelajari), yang ditandai dengan kehadiran dan usaha untuk memberi perhatian pada stimulus yang bersangkutan.
  • Kemauan untuk menerima (willingness to receive), yaitu usaha untuk mengalokasikan perhatian pada stimulus yang bersangkutan.
  • Mengkhususkan perhatian (controlled or selected attention). Mungkin perhatian itu hanya tertuju pada warna, suara atau kata-kata tertentu saja.

2. Tanggapan (Responding)

Memberikan reaksi terhadap fenomena yang ada di lingkungannya. Meliputi persetujuan, kesediaan, dan kepuasan dalam memberikan tanggapan.

Mengadakan aksi terhadap stimulus, yang meliputi proses sebagai berikut:
  • Kesiapan menanggapi (acquiesene of responding). Contoh: mengajukan pertanyaan, menempelkan gambar dari tokoh yang disenangi pada tembok kamar yang bersangkutan, atau mentaati peraturan lalu lintas.
  • Kemauan menanggapi (willingness to respond), yaitu usaha untuk melihat hal-hal khusus di dalam bagian yang diperhatikan. Misalnya pada desain atau warna saja.
  • Kepuasan menanggapi (satisfaction in response), yaitu adanya aksi atau kegiatan yang berhubungan dengan usaha untuk memuaskan keinginan mengetahui. Contoh: kegiatan yang tampak dari kepuasan menanggapi ini adalah bertanya, membuat coretan atau gambar, memotret dari objek yang menjadi pusat perhatiannya, dan sebagainya.

3. Penghargaan (Valuing)

Berkaitan dengan penilaian terhadap suatu objek, fenomena, atau tingkah laku. Penilaian berdasar pada internalisasi dari serangkaian nilai tertentu yang diekspresikan ke dalam tingkah laku.
Penilaiannya terbagi atas empat tahap sebagai berikut:
·           Menerima nilai (acceptance of value), yaitu kelanjutan dari usaha memuaskan diri untuk menanggapi secara lebih intensif

Rabu, 21 Maret 2012

Pengaruh dan Problematika Kebudayaan


BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Perkembangan zaman mendorong terjadinya perubahan disegala bidang, termasuk dalam hal kebudayaan. Hal ini dapat mengakibatkan kebudayaan yang dianut oleh suatu kelompok sosial akan bergeser. Cepat atau lambat pergeseran itu tentu akan menimbulkan konflik antara kelompok yang menghendaki perubahan dan kelompok yang tidak menghendaki perubahan yang biasa disebut dengan problematika kebudayaan. Problematika kebudayaan di Indonesia yang timbul akibat globalisasi diantaranya dapat dilihat dalam bidang bahasa, kesenian, juga yang terpenting- kehidupan sosial. Akibat perkembangan teknologi yang begitu pesat, terjadi transkultur dalam kesenian tradisional Indonesia. Peristiwa transkultural ini akan berpengaruh terhadap keberadaan kebudayaan terutama dalam bidang kesenian kita. Padahal kesenian tradisional kita merupakan bagian dari khasanah kebudayaan nasional yang perlu dijaga kelestariannya. Dengan teknologi informasi yang semakin canggih seperti saat ini, kita disuguhi banyak alternatif tawaran hiburan dan informasi yang lebih beragam, yang mungkin lebih menarik jika dibandingkan dengan kesenian tradisional kita. Dengan televisi, masyarakat bisa menyaksikan berbagai tayangan hiburan yang bersifat mendunia yang berasal dari berbagai belahan bumi. Hal ini menyebabkan terpinggirkannya kesenian asli Indonesia.
Problematika kebudayaan yang penting lainnya adalah adanya kemungkinan punahnya suatu bahasa di daerah tertentu disebabkan penutur bahasanya telah “terkontaminasi” oleh pengaruh globalisasi. Contoh kasusnya ialah seperti yang terjadi di Sumatera Barat. Di daerah ini sering kali kita temukan percampuran bahasa yang biasanya dituturkan oleh anak muda di Sumater Barat, seperti pencampuran Bahasa Betawi dan Minang dalam percakapan sehari-hari (kama lu?, gak tau gua do, dan lain-lain). Hal ini jelas mengancam eksistensi bahasa di suatu daerah yang jika dibiarkan berlanjut terlalu lama akan mengubah kebudayaan.

B.     Rumusan Masalah
Dalam makalah ini penulis akan membahas tentang:
1.      Pengaruh budaya terhadap lingkungan
2.      Problematika kebudayaan
3.      Perbedaan masyarakat kota dan masyarakat desa

C.    Tujuan
Adapun tujuan yang ingin penulis sampaikan dalam makalah ini diantaranya adalah:
1.      Untuk mengetahui pengaruh budaya terhadap lingkungan.
2.      Mengetahui jenis-jenis problematika kebudayaan.
3.      Dapat menganalisis perbedaan kebudayaan antara masyarakat kota dan masyarakat desa.

D.    Manfaat
Mamfaat penulisan makalah ini adalah menambah wawasan dan ilmu pengetahuan pembaca mengenai manusia dan kebudayaan terkhusus pada pembahasan pengaruh dan problematika kebudayaan di Indonesia.
BAB II
PEMBAHASAN
A.    Pengaruh Budaya Tehadap Lingkungan
Budaya yang dikembangkan oleh manusia akan berpengaruh terhadap lingkungan dimana tempat kebudayaan itu berkembang. Dengan menganalisis pengaruh budaya terhadap lingkungan, kita dapat mengetahui mengapa setiap daerah itu mempunyai kebudayaan yang berbeda-beda yang akan menghasilkan keragaman kebudayaan.[1]
.
Beberapa variabel yang berhubungan dengan masalah kebudayaan dan lingkungan, diantaranya adalah:
1.      Physical Environment
Physical Environment adalah permasalahan kebudayaan yang terkait dengan lingkungan natural seperti temperature, curah hujan, iklim wilayah, geografis, flora, dan fauna.
2.      Cultural Social Environment
Cultural Social Environment adalan permasalahan kebudayaan yang meliputi aspek-aspek kebudayaan beserta proses sosialisasi seperti norma-norma, adat istiadat, dan nilai-nilai.
3.      Environmental Orientation and Representation
Environmental Orientation and Representation adalah permasalahan kebudayaan yang mengacu pada presepsi dan kepercayaan kognitif yang berbeda pada setiap masyarakat mengenai lingkungannya.
4.      Environmental Behavior and Proses
Environmental Behavior and Proses adalah permasalahan kebudayaan yang meliputi bagaimana cara cara masyarakat menggunakan lingkingan dalan hubungan sosial.
5.      Out Carries Product
Out Carries Product adalah permasalahan kebudayaan yang meliputi hasil tindakan manusia pada presepsi dan kepercayaan kognitif yang berbeda-beda pada setiap masyarakat dalam hubungan social.

Dengan menganalisis permasalahan kebudayaan dengan lingkungan diatas,  dapat disimpulkan bahwa kebudayaan yang berkembang pada suatu wilayah tertentu akan mempunyai pengaruh yang cukup besar pada perubahan pola tata laku, norma-norma, nilai-nilai, dan aspek kehidupan lainnya yang akan menjadi cirri khas suatu masyarakat dengan masyarakat lainnya.

Pengaruh masuknya budaya Barat terhadap penerimaan budaya Indonesia menimbulkan tiga reaksi dalam menghadapi budaya luar tersebut, diantaranya adalah:

1.      Corak reaksi yang menerima dan merangkul bulat-bulat kebudayaan luar. Corak ini menganggap kebudayaan timur sudah tidak relevan lagi untuk menghadapi kondisi kehidupan pada masa sekarang, dan mengadopsi dengan secara keseluruhan budaya barat yang dating yang dianggap ungggul dan mampu melahirkan manusia yang berkualitas
2.      Corak reaksi yang sama sekali anti terhadap kebudayaan barat. Corak kebudayaan ini menganggap budaya barat hanya melahirkan manusia yang buas dan kejam, dan kebudayaan timur yang lebih ungggul.
3.      Corak reaksi yang melihat pembenturan kebudayaan timur dengan kebudayaan barat secara realistis dan kritis. Corak reaksi ini berusaha mengambil jarak dan menilai secara jujur keunggulan kebudayaan barat dan kelemahan budaya timur, sekaligus mempertahankan nilai-nilai kebudayaan timur.


B.     Problematika Kebudayaan
1.      Hambatan budaya yang berkaitan dengan pandangan hidup dan sistem kepercayaan.
Dalam hal ini, kebudayaan tidak dapat bergerak atau berubah karena adanya pandangan hidup dan sistem kepercayaan yang sangat kental, karena kuatnya kepercayaan sekelompok orang dengan kebudayaannya mengakibatkan mereka tertutup pada dunia luar dan tidak mau menerima pemikiran-pemikiran dari luar walaupun pemikiran yang baru ini lebih baik daripada pemikiran mereka. Sebagai contoh dapat kita lihat bahwa orang jawa tidak mau meninggalkan kampung halamannya atau beralih pola hidup sebagai petani. Padahal hidup mereka umumnya miskin.

2.      Hambatan budaya yang berkaitan dengan perbedaan presepsi atau sudut pandang.
Hambatan budaya yang berkaitan dengan perbedaan presepsi dan sudut pandang ini dapat terjadi antara masyarakat dan pelaksanaan pembangunan. Sebagai contoh dapat kita lihat banyak masyarakat yang tidak setuju dengan program KB yang dicanangkan pemerintah yang salah satu tujuannya untuk mengatasi kemiskinan dan kepadatan penduduk, karena masyarakat beranggapan bahwa banyak anak banyak rezeki.

3.      Hambatan budaya yang berkaitan dengan faktor psikologi atau kejiwaan.
Upaya untuk mentransmigrasikan penduduk dari daerah yang terkena bencana alam sering mengalami kesulitan. Hal ini disebabkan karena adanya kekhawatiran penduduk bahwa ditempat yang baru hidup mereka akan lebih sengsara dibandingkan dengan hidup mereka ditempat yang lama.

4.      Masyarakat yang terasing dan kurang komunikasi dengan masyarakat luar.
Masyarakat yang tinggal di daerah-daerah terpencil yang kurang komunikasi dengan masyarakat luar cendrung memiliki ilmu pengetahuan yang terbatas, mereka seolah-olah tertutup untuk menerima program-program pembangunan.

5.      Sikap tradisionalisme yang berprasangka buruk terhadap hal-hal baru.
Sikap ini sangat mengagung-agungkan budaya tradisional sedemikian rupa sehingga menganggap hal-hal baru itu akan merusak tatanan hidup mereka yang sudah mereka miliki secara turun-temurun.

6.      Sikap etnosentrisme.
Sikap etnosentris adalah sikap yang mengagungkan budaya suku bangsa sendiri dan menganggap rendah budaya suku bangsa lain. Sikap seperti ini akan memicu timbulnya pertentangan-pertentangan suku, ras, agama, dan antar golongan. Kebudayaan yang beraneka ragam yang berkembang disuatu wilayah seperti Indonesia terkadang menimbulkan sikap etnosentris yang dapat menimbulkan perpecahan.

7.      Perkembangan IPTEK sebagai hasil dari kebudayaan, sering disalah gunakan oleh manusia, sebagai contoh nuklir dan bom dibuat justru untuk menghancurkan manusia bukan untuk melestarikan suatu generasi, dan obat-obatan yang diciptakan untuk kesehatan tetapi dalam penggunaannya banyak disalahgunakan yang justru mengganggu kesehatan manusia.

8.      Pewarisan kebudayaan.
Dalam hal pewarisan kebudayaan bisa muncul masalah antara lain, sesuai atau tidaknya budaya warisan tersebut dengan dinamika masyarakat saat sekarang, penolakan generasi penerima terhadap warisan budaya tersebut, dan munculnya budaya baru yang tidak lagi sesuai dengan budaya warisan.
Dalam suatu kasus, ditemukan generasi muda menolak budaya yang hendak diwariskan oleh pendahulunya. Budaya itu dianggap tidak lagi sesuai dengan kepentingan hidup generasi tersebut, bahkan dianggap bertolak belakang dengan nilai-nilai budaya yang baru diterima sekarang ini.

9.      Perubahan kebudayaan.
Perubahan kebudayaan yang terjadi bisa memunculkan masalah antara lain perubahan akan merugikan manusia jika perubahan itu bersifat regress (kemunduran) bukan progress (kemajuan), perubahan bisa berdampak buruk atau menjadi bencana jika dilakukan melalui revolusi, berlangsung cepat, dan diluar kendali manusia.

10.  Penyebaran kebudayaan.
Penyebaran kebudayaan (difusi) bisa menimbulkan masalah, masyarakat penerima akan kehilangan nilai-nilai budaya lokal sebagai akibat kuatnya budaya asing yang masuk. Contoh globalisasi budaya yang bersumber dari kebudayaan Barat pada era sekarang ini adalah masuknya nilai-nilai budaya global yang dapat memberi dampak negatif bagi perilaku sebagian masyarakat Indonesia. Misalnya pola hidup konsumtif, hedonisme, pragmatis, dan induvidualistik. Akibatnya nilai-nilai asli kebudayaan bangsa seperti rasa kebersamaan dan kekeluargaan lambat laun bisa hilang dari masyarakat Indonesia.


C.    Perbedaan Masyarakat Kota Dengan Masyarakat Desa
Masyarakat Kota ialah sekumpulan orang tinggal atau berdiam diri dikota-kota suatu Negara. Sedangkan masyarakat desa ialah sekumpulan orang yang mendiami wilayah-wilayah di pinggiran kota atau daerah terpencil disuatu Negara.[2] Antara masyarakat kota dan masyarakat desa memiliki perbedaan-perbedaan yang dapat terlihat atau dirasakan.
Pada mulanya masyarakat kota sebelumnya adalah masyarakat pedesaan, dan pada akhirnya masyarakat pedesaan tersebut terbawa sifat-sifat masyarakat perkotaan, dan melupakan kebiasaan sebagai masyarakat pedesaannya. Perbedaan masyarakat pedesaan dan masyarakat kota adalah bagaimana cara mereka mengambil sikap dan kebiasaan dalam memecahkan suata permasalahan.
Kita juga dapat membedakan masyarakat desa dan masyarakat kota dari karakteristiknya masing-masing. Masing-masing punya sistem yang mandiri, dengan fungsi-fungsi sosial, struktur serta proses-proses sosial yang sangat berbeda, bahkan kadang-kadang dikatakan “berlawanan” pula. Perbedaan ciri antara kedua sistem tersebut dapat diungkapkan secara singkat sebagai berikut:
Masyarakat Pedesaan berperilaku homogen; Perilaku yang dilandasi oleh konsep kekeluargaan dan kebersamaan; Perilaku yang berorientasi pada tradisi dan status; Isolasi sosial, sehingga statik; Kesatuan dan keutuhan kultural;  Banyak ritual dan nilai-nilai sakral; dan Kolektivisme. Sedangkan Masyarakat Kota berperilaku heterogen; Perilaku yang dilandasi oleh konsep pengandalan diri dan kelembagaan; Perilaku yang berorientasi pada rasionalitas dan fungsi; Mobilitas sosial, sehingga dinamik; Kebauran dan diversifikasi kultural; Birokrasi fungsional dan nilai-nilai secular, dan  Individualisme.[3]
Warga suatu masyarakat pedesaan mempunyai hubungan yang lebih erat dan lebih mendalam ketimbang hubungan mereka dengan warga masyarakat pedesaan lainnya. Sistem kekerabatan dan kelompok kekerabatan masih memegang peranan penting. Penduduk masyarakat pedesaan pada umumnya hidup dari pertanian, walaupun terlihat adanya tukang kayu, tukang genteng dan bata, tukang membuat gula, akan tetapi inti pekerjaan penduduk adalah pertanian. Pekerjaan-pekerjaan di samping pertanian, hanya merupakan pekerjaan sambilan saja. Namun dengan adanya perubahan sosial dan kebudayaan serta teknologi dan informasi, sebagian karakteristik tersebut sudah tidak berlaku. Berikut ini ciri-ciri karakteristik masyarakat desa, yang terkait dengan etika dan budaya mereka yang bersifat umum.
1.                   Sederhana
2.                   Mudah curiga
3.                   Menjunjung tinggi norma-norma yang berlaku didaerahnya
4.                   Mempunyai sifat kekeluargaan
5.                   Lugas atau berbicara apa adanya
6.                   Tertutup dalam hal keuangan mereka
7.                   Perasaan tidak ada percaya diri terhadap masyarakat kota
8.                   Menghargai orang lain
9.                   Demokratis dan religius
10.               Jika berjanji, akan selalu diingat
Sedangkan cara beradaptasi mereka sangat sederhana, dengan menjunjung tinggi sikap kekeluargaan dan gotong royong antara sesama, serta yang paling menarik adalah sikap sopan santun yang kerap digunakan masyarakat pedesaan. Berbeda dengan karakteristik masyarakat perkotaan, masyarakat pedesaan lebih mengutamakan kenyamanan bersama dibanding kenyamanan pribadi atau individu. Masyarakat perkotaan sering disebut sebagai urban community.
Ada beberapa ciri yang menonjol pada masyarakat kota yaitu:
1.  Kehidupan keagamaan berkurang bila dibandingkan dengan kehidupan keagamaan di desa. Masyarakat kota hanya melakukan kegiatan keagamaan hanya bertempat di rumah peribadatan seperti di masjid, gereja, dan lainnya.
2.  Orang kota pada umumnya dapat mengurus dirinya sendiri tanpa bergantung pada orang lain
3.  Di kota-kota kehidupan keluarga sering sukar untuk disatukan, karena perbedaan politik dan agama dan sebagainya.
4.  Jalan pikiran rasional yang dianut oleh masyarkat perkotaan.
5.  Interaksi-interaksi yang terjadi lebih didasarkan pada faktor kepentingan pribadi daripada kepentingan umum.
Hal tersebutlah yang membedakan antara karakteristik masyarakat perkotaan dan pedesaan, oleh karena itu, banyak orang-orang dari perkotaan yang pindah ke pedesaan untuk mencari ketenangan, sedangkan sebaliknya, masyarakat pedesaan pergi dari desa untuk ke kota mencari kehidupan dan pekerjaan yang layak untuk kesejahteraan mereka.
BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Budaya yang dikembangkan oleh manusia akan berimplikasi pada lingkungan tempat kebudayaan itu berkembang. Suatu kebudayaan memancarkan suatu ciri khas dari masyarakatnya yang tampak dari luar. Dengan menganalisis pengaruh akibat budaya terhadap lingkungan seseorang dapat mengetahui, mengapa suatu lingkungan tertentu akan berbeda dengan lingkungan lainnya dan mengasilkan kebudayaan yang berbeda pula.
Seiring dengan perkembangannya, kebudayaan juga mengalami beberapa problematika atau masalah masalah yang cukup jelas yaitu, hambatan budaya yang ada kaitannya dengan pandangan hidup dan sistem kepercayaan, hambatan budaya yang berkaitan dengan perbedaan sudut pandang atau persepsi, hambatan budaya yang berkaitan dengan faktor psikologi atau kejiwaan, masyarakat terpencil atau terasing dan kurang komunikasi dengan masyarakat lainnya, sikap tradisionalisme yang berprasangaka buruk terhadap hal-hal yang baru, mengagung-agungkan kebudayaan suku bangsanya sendiri dan melecehkan budaya suku bangsa lainnya atau lebih dikenal dengan paham etnosentrisme, dan perkembangan iptek sebagai hasil dari kebudayaan yang sering disalahgunakan.

B.     Saran
Melalui makalah ini penulis menyarankan agar pembaca tidak berhenti sampai disini saja menggali ilmu tentang pengaruh dan problematika kebudayaan di Indonesia. Penulis berharap agar pembaca terus menggali ilmu dan mengetahui problematika kebudayaan sehingga Bangsa Indonesia bijak dalam menghadapi kebudayaan-kebudayaan baru yang datang dari luar.